Ada konsep yang agak kontrovesial pada artikel Bagaimana Menjual Ketika Produk yang Dicari Tidak Ada, yaitu kolaborasi dengan kompetitior. Apakah mungkin kolaborasi dengan kompetitor? Emangnya ada yang seperti itu – terutama di Indonesia?
Sebelum membahas topik tersebut, ada baiknya memahami konsep Strategic Partnership atau Strategic Alliance. Tulisan ini tidak ditulis dari sudut pandang akademisi, lebih kepada yang bersifat praktis. Oleh karena itu saya mendefinisikan Strategic Partnership ataupun Strategic Alliance sebagai bentuk kerjasama saling menguntungkan antara dua (atau lebih) organisasi guna mencapai kepentingan bersama.
Agar kemitraan ini dapat terbentuk, masing-masing pihak akan menawarkan kelebihan yang dimiliki agar dapat disinergikan. Jadi model ini agak berbeda dengan sekedar mitra biasa.
Misalnya seorang desainer dan mendapat pekerjaan untuk desain marketing tools. Kalau yang ditawarkan hanya sekedar desain, itu masuk kategori mitra biasa yang dapat dengan sekejap dicari penggantinya. Berbeda jika desain yang diberikan, tidak sekedar indah, tetapi juga membantu tujuan strategis perusahaan tercapai (misalnya naiknya jumlah prospek yang menghubungi). Konsultan Senior, Tjahjadi Lukiman mengilustrasikannya sebagai Juru Gambar vs Pelukis.
Jadi, kalau ingin meningkatkan nilai diri ataupun nilai organisasi Anda dimata mitra:
- Cari tahu apa masalah yang ingin diselesaikan melalui pekerjaan yang diberikan. Anda perlu memiliki keterampilan menggali sumber permasalahan sehingga mendapatkan objektif yang sesungguhnya.
- Bagaimana caranya agar objektif tersebut dapat Anda penuhi. Sangat mungkin diperlukan keterampilan lain yang tidak Anda miliki saat ini agar dapat mencapai hal tersebut.
Dengan dua hal di atas saja, mitra Anda akan melihat bahwa Anda bukan sekedar ‘Juru Gambar’ lainnya dan akan sangat menguntungkan bila bermitra dengan Anda atau sangat goblok sekali bila tidak bermitra dengan Anda.
Coopetition
Prinsip yang sama juga dapat diterapkan dengan kompetitior. Istilah kerennya Coopetiton – cooperative competition, kerjasama sembari berkompetisi. Pertanyaannya, bagaimana mungkin?
BNI dan BJB adalah contoh coopetition, dimana mereka bekerjasama dalam menerbitkan kartu kredit. Kartu kredit yang dikeluarkan, dapat digunakan baik di BNI maupun BJB. Keduanya saling mendapatkan manfaat, yang paling nyata adalah tidak perlu lagi membuka jaringan yang lebih banyak. Artinya lebih hemat biaya investasi dan menurunkan tingkat resiko.
Di industri telekomunikasi juga terjadi coopetition. Beberapa vendor berkolaborasi pada sisi backend, sementara tetap berkompetisi pada sisi frontend. Backend yang dimaksud adalah berbagai tower, BTS, roaming nasional dan yang lainnya. Sedangkan di frontend, masing-masing vendor tetap bersaing melakukan penjualan. Ini juga menghemat biaya investasi sekaligus menurunkan tingkat resiko.
Begitu juga dengan industri Teknologi Informasi. Raksasa perangkat lunak Microsoft saat ini sudah mulai bekerjasama dengan beberapa vendor penyedia solusi berbasis open-source. Salah satu yang terbaru adalah menyediakan lingkungan bernuansa *NIX di Microsoft Windows. Tujuannya yah sederhana, membuat pengguna *NIX merasa nyaman menggunakan Microsoft Windows (saat ini sistem operasi *NIX mendominasi pasar server).
Coopetition di dunia Information Business sudah lama dilakukan. Istilah yang digunakan adalah Joint Venture. Dimana pihak-pihak yang satu mengendorse produk atau jasa pihak yang lainnya. Dan bila terjadi transaksi, maka akan diberikan prosentase.
* * *
Dengan melihat berbagai contoh, maka sangat mungkin melakukan kolaborasi dengan kompetitior pada tingkat organisasi. Hanya saja, pada tingkat organisasi tingkat kerumitannya lebih tinggi ditambah berbagai birokrasi. Strategic Partnership atau Strategic Alliance ini juga merupakan aplikasi dari Hukum Kekal Menumbuhkan Bisnis Apapun.
Sudahkah Anda menjadi Strategic Partner?
#HackingBisnis
“Exploit Your Business to Ultimate Profit”